Minggu, 19 Februari 2012

aSKEB PERSALINAN DG PER


ASUHAN KEBIDANAN

PADA IBU BERSALIN NY. “A” GI P00000 UK 39-40 MINGGU TUNGGAL, HIDUP, INTRA UTERIN, LETAK KEPALA V, KESAN JALAN LAHIR NORMAL, K/U IBU DAN JANIN BAIK INPARTU DENGAN PRE EKLAMSIA RINGAN DI RUANG RSUD CINTAKU JOMBANG










Oleh :
IDA DIAN MUSTIKA
NIM : 7209012






PRODI D3 KEBIDANAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM
JOMBANG
2011



LEMBAR PENGESAHAN

Lembar pengesahan ini saya buat sebagai bukti bahwa saya telah membuat asuhan kebidanan di RSUD CINTAKU Jombang sebagai praktek klinik kebidanan II semester IV.
Telah disahkan pada :
Hari              : Sabtu
Tanggal         : 18 Juni 2011
Tempat         : Ponek RSUD Cintaku Jombang

MAHASISWA,


IDA DIAN MUSTIKA
7209012

MENGETAHUI
PEMBIMBING RUANGAN,





DUWOK SUSTINA, Amd.Keb.

PEMBIMBING AKADEMIK,





SUYATI, SST.





KEPALA RUANGAN






RAHAYU A., Amd.Keb.


KATA PENGANTAR


Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada ibu Bersalin Ny “A” G1 P00000 UK 39-40 Minggu< Tunggal, Hidup, Intra Uterine, Letak Kepala V, Kesan Jalan Lahir Normal, K/U Ibu Dan Janin Baik, Inpartu Dengan Preeklamsi Ringan Di Ruang Ponek Rsud Cintaku Jombang”.
Laporan ini disustn sebagai salah satu syarat akademik dalam rangka menyelesaikan program praktek akademi kebidanan Darul ‘Ulum Jombang. Terselesaikannya penyusunan laporan ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan semua pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.    Bapak H.M. Zulfikar As’ad, MMR selaku penanggung jawab Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pesantren Tinggi Darul ‘Ulum Jombang.
2.    Ibu Hj. Hj. Sabrina Dwi Prihartini, SKM., M.Kes Dwi Prihartini, SKM., M.Kes selaku Kaprodi Akbid Darul ‘Ulum Jombang.
3.    Ibu Ninik Azizah, SST selaku pembimbing akademik
4.    Ibu Rahayu A, Amd Keb selaku kepala ruangan
5.    Ibu Duwok Sustina, Amd. Keb selaku pembimbing ruangan
6.    Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini
Dengan terselesaikannya penyusunan laporan ini penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan asuhan kebidanan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jombang, 18 Juni 2011
           
              Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Persalinan normal adalah terjadinya kelahiran bayi aterm dengan proses pervaginam alami tanpa komplikasi. Telah terbukti bahwa persalinan pervaginam lebih aman daripada persalinan perabdominan. Aspek penting dalam persalinan normal adalah kasih sayang, keamanan dan kepuasan pasien.
Menurut Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi baru lahir sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup.
  3 sebab pokok angka kematian ibu tersebut adalah :

Rabu, 08 Februari 2012

Apa dan Ada Apa dengan Jampersal itu???


TUGAS MUTU PELAYANAN KEBIDANAN II


Pembangunan kesehatan saat ini telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Pada periode 2004 sampai dengan 2007 terjadi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dari 307 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 35 per 1000 kelahiran hidup menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup. Namun demikian keberhasilan tersebut masih perlu terus ditingkatkan, mengingat AKI dan AKB di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Target RPJMN Tahun 2010-2014 mengamanatkan agar AKI dapat diturunkan menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2014. Selain itu, kesepakatan global Millennium Development Goals (MDGs) menargetkan AKI di Indonesia dapat diturunkan menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.

Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan, yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetrik 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT 2001).

Kematian ibu juga masih banyak diakibatkan faktor resiko tidak langsung berupa keterlambatan (Tiga Terlambat), yaitu terlambat mengambil keputusan dan mengenali tanda bahaya, terlambat dirujuk, dan terlambat mendapat penanganan medis. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin (Quintil 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Keadaan seperti ini banyak terjadi disebabkan kendala biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Dalam upaya menjamin akses pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB, maka pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan upaya terobosan berupa Jaminan Persalinan (Jampersal).

Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang di dalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian, kehadiran Jampersal diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga Terlambat tersebut sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian MDGs, khususnya MDGs 4 dan 5.

Kementerian Kesehatan akan menaikkan besaran klaim jaminan persalinan atau Jampersal mulai tahun 2012, sebagai tanggapan atas keberatan yang diajukan oleh beberapa bidan yang menolak pasien Jampersal karena dinilai di bawah biaya persalinan pada umumnya.

“Jampersal yang sekarang biayanya Rp 420.000, akan naik jadi Rp 550.000 hingga Rp 570.000. Mulai tahun depan,” kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (21/11/2011). Dengan kenaikan anggaran tersebut, kata Endang, diharapkan agar persalinan dapat ditangani oleh tenaga kesehatan seluruhnya sehingga tercapai target yang diharapkan sesuai target millenium development goals (MDG) tentang angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).

Sementara untuk jumlah kelahiran, Menkes Endang Rahayu berharap tidak ada penambahan dan jumlahnya tetap dengan target untuk tahun 2011 ini, yaitu sebanyak 2,5 juta kelahiran. “Cakupannya mudah-mudahan tidak bertambah jumlahnya, tetap 2,5 juta kelahiran,” katanya menjelaskan.

Untuk tahun 2011, Menkes menyebut belum ada laporan tepatnya jumlah ibu melahirkan karena masih dalam tahap pengumpulan data dari semua pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas. Sedangkan untuk pemakaian anggaran, Menkes mengungkapkan bahwa anggaran sebesar Rp 1 triliun telah semuanya terpakai untuk program Jampersal yang dimulai pada tahun 2011 ini.

Klaim Jampersal itu, kata dia, digunakan untuk pemeriksaan kehamilan untuk empat kali kunjungan, persalinan normal dan pelayanan nifas setelah melahirkan. Untuk kehamilan dengan faktor penyulit yang membutuhkan penanganan lebih lanjut seperti operasi sesar, klaim Jampersal diberikan hingga Rp 1,3 juta, kata Menkes menjelaskan.

Upaya Meningkatkan Kualitas Bidan dan Pelayanan Praktek Bidan Mandiri

MENINGKATKAN KUALITAS BIDAN DAN CONTOH MENINGKATKAN PELAYANAN KEBIDANAN

  • SEBELUM KITA MENINGKATKAN PELAYANAN KEBIDANAN, KITA BAGAIMANA TINGKATAN KUALITAS BIDAN???????
Sebagai salah satu negara yang turut meratifikasi kesepakatan MDG’s, Indonesia terikat dan bertanggung jawab untuk mewujudkan seluruh isi kesepakatannya. Lebih dari itu nilai yang terkandung di dalamnya sejalan dengan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
Milenium Development Goals (MDG’s) merupakan arah pembangunan global dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan terencana di segala bidang untuk menciptakan perbandingan ideal antara perkembangan kependudukan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan serta kebutuhan generasi sekarang tanpa harus mengurangi kemampuan dan kebutuhan generasi mendatang.

Walaupun dalam MDG’s isu pertumbuan penduduk, keluarga berencana dan kesehatan reprodusi tidak disebutkan secara eksplisit, namun banyak studi membuktikan bahwa MDG’s tidak mungkin dicapai jika persoalan dasar kependuduan tidak ditangani dengan baik.

Upaya pengentasan kemiskinan dan penghapusan kelaparan tidak dapat dicapai jika masalah kependudukan dan kesehatan reproduksi tidak ditangani dengan baik. Hal ini berarti diperlukan upaya yang keras untuk meningkatkan hak asasi perempuan, investasi pendidikan dan keluarga berencana.
Menjawab tantangan Era Global, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) segera menyingsingkan lengan baju. menyiagakan anggotanya dengan mengggelar seminar di wilayah bina masing-masing. Di Jawa Tengah, IBI Jateng menggelar seminar dengan tema “Kesiapan Bidan Menghadapi Era Global melalui Program Bidan Delima” , diselenggarakan tanggal 19 Mei 2004 di kota Semarang, Jawa Tengah. Wakil Ketua I Yayasan Damandiri Prof DR Haryono Suyono selaku pembicara mengangkat topik “ Pelayanan KB Mandiri untuk bidan praktek swasta”.

Pengurus Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Tengah Hj Gunarmi Hadi mengungkapkan, berdasarkan komitmen global ICPD 2005 untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) maka perlu ditingkatkan standar dalam menjaga mutu serta kepuasan yang mengacu pada semua persyaratan kwalitas pelayanan dan peralatan kesehatan, agar dapat memenuhi keinginan masyarakat.
Bidan praktek swasta yang mampu memberikan pelayanan berkualitas dalam bidang KB dan kesehatan Reproduksi, bersahabat dan peduli terhadap kepentingan pelanggan serta memenuhi dan bahkan melebihi harapan pelanggan, dinamakan Bidan Delima. “Sejumlah persyaratan untuk mencapai Bidan Delima bukanlah hal yang mudah untuk dicapai seorang bidan praktek swasta di daerah pedalaman, khususnya karesidenan Semarang yang begitu luas,” kata Hj Gunarmi Hadi.
Belum lagi menghadapi era globalisasi saat ini yang semakin membuat persaingan sangat ketat dalam segala hal. Itu sebabnya, lanjut Hj Gunarmi Hadi, sangatlah tepat Yayasan Damandiri yang bekerja sama dengan Yayasan INDRA, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan BPR Nusamba menawarkan Program Pemberdayaan Keluarga melalui Penyaluran Kredit Bidan Mandiri,” paparnya.
Program ini adalah suatu upaya dan kegiatan pembinaan yang disertai dengan penyediaan kredit modal kerja berupa obat-obat bebas maupun obat-obat kontrasepsi yang ditujukan kepada Bidan praktek swasta sehingga mampu memberikan pelayanan KB mandiri, terutama pada keluarga yang relatif kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya kebutuhan obat-obat dan alat kontrasepsi.
Sejumlah peserta menyambut hangat upaya Yayasan Damandiri tersebut. “Diadakannya kredit bergulir kepada para bidan di sini, tentunya sangat membantu profesi bidan yang berada di sekitar kota maupun di desa, yang sekarang memang sangat membutuhkan modal kerja untuk kelangsungan dan kesejahteraan pelayanan bidan desa,” ujar salah satu peserta seminar.Di Jawa Timur Ikatan Bidan Indonesia Cabang Jawa Timur bekerjasama dengan UNAIR menggelar seminar untuk memasyarakatkan Gerakan Bidan Sejahtera yang mandiri.

Wakil Ketua I Yayasan Damandiri yang mantan Menko Kesra ini mengingatkan bahwa dari 70.000 bidan yang sudah mulai bergabung dengan posyandu dan Polindes di desa-desa, sekarang tinggal 22.000. Sementara yang lainnya setelah kawin dan alasan lainnya telah beralih profesi. Ada yang menjadi istri kepala desa, istri camat, istri pedagang, sehingga melupakan ilmu kebidanan dan pertolongan untuk ibu hamil dan melahirkan.“Apabila kita ingin bidang kesehatan dan KB maju, pelayanan ibu sehat ini harus tetap dijadikan profesi kapanpun dimanapun kita berada,” tegas Prof. Haryono Suyono.

Ironisnya, pelayanan pemerintah berupa obat-obatan dan alat kontrasepsi mulai tahun 2004 hanya antara 20 – 30 %. Artinya, antara 70 –80 % harus dilayani masyarakat sendiri atau swasta. Oleh karena itu, perlu dilakukan advokasi agar bidan dengan kerjasama tim dokter dan akademisi pendidikan dapat meningkatkan mutu bidan sehingga kesehatan ibu dan anak dapat dideteksi secara dini. Kalau bidan tidak bisa melayani di tempat praktek atau di posyandu atau di polindes dapat diteruskan kepada para dokter.
Menurut Prof Haryono seiring perkembangan era teknologi dan globalisasi saat ini, peran bidan menjadi ujung tombak kelangsungan hidup matinya seorang anak manusia yang lahir ke dunia. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa 66% persalinan, 93% kunjungan antenatal dan 80 % dari pelayanan keluarga berencana dilakukan oleh bidan.
Bidan sangat berperan dalam pencapaian 53 % prevalensi pemakaian kontrasepsi. Apalagi, 58% pelayanan kontrasepsi suntik dilakukan oleh bidan praktek swasta dan 25% pemakai kontrasepsi Pil, IUD dan implant dilayani oleh bidan praktek swasta.
Disisi lain, sukses yang telah diraih selama ini menimbulkan tantangan baru bersama dengan kemajuan pembangunan di tanah air. Kesejahteraan yang semakin meningkat disertai dengan tingkat pendidikan masyarakat akan menimbulkan tuntutan kualitas pelayanan.
Dalam upaya peningkatan kualitas bidan serta peningkatan mutu pelayanan utamanya bagi keluarga kurang mampu Yayasan Damandiri bekerjasama dengan mitra kerja seperti kalangan perbankkan, Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Yayasan Indra dan organisasi kemasyarskatan dalam hal ini Ikatan Bidan Indonesia berusaha membantu dengan mengembangkan Gerakan Bidan Sejahtera yang mandiri. Gerakan ini memerlukan pelayanan dengan tempat dan peralatan memadai. “Untuk itu, melalui bank-bank setempat, misalnya Bank BPD atau Bank Bukopin telah disepakati untuk memberikan pelayanan kredit dengan prosedur komersial yang disederhanakan,” jelas Haryono.
Ikatan Bidan Indonesia (IBI) sebagai organisasi profesi yang sangat peduli pada anggotanya serta sensitif pada masalah kesehatan yang ada di negara ini senantiasa memperhatikan tingkat profesionalisme para bidan. Berbagai upaya telah dilakukan IBI dengan melakukan kegiatan yang berfokus pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggota dalam pemberian pelayanan serta kelengkapan sarana sesuai standar.
Dengan kekuatan organisasi pada setiap jenjang kepengurusan, hampir setiap cabang IBI telah mempunyai kantor sekretariat tempat melakukan aktifitas yang merupakan center pembinaan anggota, bahkan juga tempat pelayanan milik organisasi sebagai tempat meningkatkan ketrampilan anggota melalui program magang dan sekaligus merupakan tempat usaha yang berbadan hukum dengan nama Yayasan Buah Delima.
Melalui kegiatan yayasan ini, IBI melengkapi kebutuhan para bidan baik berupa sarana pelayanan termasuk obat dan alat kontrasepsi maupun berupa dana untuk meningkatkan tempat pelayanan.

Di sela kesibukan menempuh pendidikan formal tingkat akademi yang merupakan standar minimal pendidikan bidan atau lebih atas lagi, para pengurus masih menyempatkan melakukan pembinaan di setiap tingkat kepengurusan.

Di tingkat provinsi diberikan kepada pengurus cabang dengan muatan kebijakan-kebijakan organisasi, pengembangan pengetahuan baru yang akan diteruskan kepada anggota di tingkat cabang dan ranting sebagai upaya pemberdayaan pengurus.

IBI Provinsi Jawa Timur, boleh berbangga hati karena pihak rektorat Universitas Airlangga bakal menyediakan peluang bagi bidan di Jatim untuk mengembangkan pengetahuan akademinya hingga jenjang S1 di kampus Unair. “Kemungkinan besar, bidan-bidan yang beruntung nanti akan mendapat korting SPP-nya dari Unair, “ cetus Prof Dr H Haryono Suyono Guru Besar Universitas Airlangga, saat berbicara dalam seminar Peningkatan Kualitas Bidan di kampus Unair dalam rangka memperingati 50 Tahun Unair, yang terselenggara atas kerjasama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) provinsi Jawa Timur dengan Universitas Airlangga, Jawa Timur.

Ucapan Wakil Ketua I Yayasan Damandiri cukup beralasan, karena sebelumnya telah dilakukan pendekatan dengan banyak pihak, khususnya pihak rektorat. Dengan kata lain, Universitas Airlangga memang telah siap mengangkat para bidan se Jatim menjadi sarjana melalui program S1-nya. Seminar tersebut dihadiri Pembantu Rektor I Unair, Prof Dr Fasikhul Ihsan, Sukaemi Sukir, SPd, – Ketua IBI provinsi Jatim dan Prof Muhammad Amin – Direktur Program Pascasarjana Unair. Selain itu jajaran pengurus IBI se Jatim memenuhi auditorium Fakultas Kedokteran UNAIR.

Ketua IBI Jatim Sukaemi Sukir, Spd berkata selain mengupayakan para bidan yang tergabung dalam IBI memperoleh tingkat pendidikan memadai, IBI juga melakukan kegiatan berupa seminar pendidikan berkelanjutan, pelatihan-pelatihan berbasis kompetensi (menggunakan standar WHO) yang telah dan sedang dilaksanakan di 75 % cabang, bahkan ada 4 kabupaten yang 100 % bidannya telah dilatih APN. Untuk mempertahankan kinerja pelayanan sesuai standar, IBI pun mempunyai program Peer Review yang sedang dan telah dilaksanakan di cabang cabang.

Mengantisipasi penerapan sistem legislasi dan lisensi oleh pemerintah melalui proses penilaian dan pemantauan terhadap pelayanan bidan, maka IBI bekerjasama dengan STARH, BKKBN dan Dep.Kes telah memulai program peningkatan kualitas pelayanan yang sesuai dengan standar kesehatan WHO. Program ini dutujukan kepada semua bidan praktek swasta dan dinamakan Bidan Delima, suatu merk dagang yang punya standar sudah ditentukan dan mempunyai keunggulan, kekhususan berkualitas tinggi, mempunyai nilai tambah, lengkap dan memiliki hak paten.

Wakil Ketua I Yayasan Damandiri mengingatkan di era Otonomi Daerah, perlu dikembangkan strategi pemberdayaan yang mandiri untuk meningkatkan mutu keluarga, perempuan, anak-anak dan remaja di dalam proses pemberdayaan ibu sehat, keluarga sehat, keluarga yang beruntung, bekerja dan membangun.

“Strategi ini bukan sekedar wacana, tetapi pada perubahan tingkah laku,” tegas Prof Haryono seraya menambahkan, “strategi yang perlu kita segarkan kembali adalah komitmen yang tinggi melindungi ibu-ibu dan anak-anak pemegang masa depan bangsa. Targetnya adalah dengan mengukur makin tingginya mutu punduduk Indonesia atas dasar human development index.”
Pascasarjana Unair saat ini sedang menyiapkan suatu jaringan di sepuluh kota dan kabupaten sebagai payung proyek pertama, termasuk Surabaya, Malang dan sekitarnya. Untuk meningkatkan mutu dan jaminan para bidan ini akan dilakukan pertemuan sekitar dua atau tiga bulan sekali.

Diharapkan, akan ada kerjasama dengan bank pembangunan daerah agar para bidan dapat menjadi anggota dan penerima kartu bidan mandiri, sehingga para bidan mudah menerima kartu kredit dari bank Jawa Timur untuk menolong para akseptor yang mungkin tidak bisa membayar kontan harga obat suntikan. “Obat suntikan 3 bulan dipakai sekali kalau bayar 3 bulan hanya pada waktu disuntik itu mahal, bisa dicicil seminggu sekali atau sebulan sekali, “ saran Prof. Haryono Suyono didepan `peserta forum seminar yang saat itu hadir pula beberapa pengurus BPD Jatim.

Usulan lainnya, akan ada pelatihan bidan junior secara tersendiri. “Kalau dalam dua tahun sekali, bidan delima mengambil bidan senior, maka bidan junior akan kita latih juga. Sehingga ada semacam kerjasama yang erat, yang intinya adalah memberikan kesempatan sebanyak mungkin agar pasangan ibu yang ada dapat dibantu.

Oleh karena itu sejalan dengan penyediaan pelayanan yang disediakan Bank Jatim, Yayasan Damandiri menyediakan kontrasepsi mandiri. Dijadwalkan di setiap desa minimal ada 1 bidan mandiri.". Seminar yang dihadiri 230 pengurus IBI se-Jawa Timur dan Badan Pusat statistik (BPS) dari 15 cabang ini diharapkan dapat menambah pengayaan dari kegiatan dan program yang telah ada, sehingga memperkuat kemandirian dalam langkah serta pemberian pelayanan kepada masyarakat.
  • INDIKATOR DASAR PELAYANAN KESEHATAN IBU dan ANAK
SALAH SATU tujuan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak. Dalam keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok yang paling rentan dan peka, terhadap berbagai masalah kesehatan, seperti: kejadian kesakitan (morbiditas) dan gangguan gizi (malnutrisi), yang seringkali berakhir dengan kecacatan (disability) atau kematian (mortalitas).

PUSKESMAS melalui pelayanan kesehatan di dalam dan luar gedung, melakukan seluruh program kesehatan Ibu dan Anak secara menyeluruh, dengan memperhatikan beberapa indikator cakupan program KIA yang terpadu dengan beberapa kegiatan lainnya seperti program gizi, imunisasi dan upaya kesehatan sekolah (UKS).

1. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K4) : 95%
2. Cakupan Komplikasi Kebidanan : 80 %
3. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan : 90%
4. Cakupan Pelayanan Nifas : 90%
5. Cakupan Pelayanan Neonatus dengan Komplikasi : 80%
6. Cakupan Kunjungan Bayi : 90 %
7. Cakupan Imunisasi Bayi (Universal Child Immunization): 100 %
8. Cakupan Pelayanan Anak Balita : 90 %
9. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI : 100 %
10. Cakupan Perawatan Balita Gizi Buruk : 100 %
11. Cakupan Penjaringan Kesehatan Anak Sekolah Dasar : 100 %

SETIAP cakupan program tersebut merupakan rincian Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), yang diharapkan bisa tercapai pada kurun waktu 2010-2015, dimana menjadi target khusus pelayanan di tingkat puskesmas, sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada setiap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(Disadur dan diringkas dari Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, Permenkes RI No. 741/Menkes/PER/VII/2008, hal.5-6)
  • CONTOH UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN KEBIDANAN
Bidan dihimbau dapat memberikan pelayanan kebidanan dengan tetap menjaga kualitas pelayanan dan meningkatkan kemampuan sesuai dengan perkembangan IPTEK. Hal ini untuk mewujudkan penguatan profesi bidan dalam mendukung percepatan pencapaian MDGs (Millenium Development Goal’s) yang sesuai dengan tema Hari Jadi IBI (Ikatan Bidan Indonesia) ke 59 yang digelar di kantor sekretariat IBI cabang Temanggung di Kayogan, Sidorejo, Maron (24/6). “Hari jadi kali ini dilaksanakan dengan sangat sederhana dengan maksud untuk mendekatkan profesi bidan dengan masyarakat”, ujar Titik Yuniati selaku penasihat IBI.

IBI sendiri lahir pada 24 Juni 1951 dan IBI dalam mengarungi usia tersebut menandakan adanya suatu perjalanan sejarah yang panjang, terisi pengalaman yang harus ditindaklanjuti, dikembangkan, dan di isi dengan program dan kegiatan yang bermakna.

Menurut Sri Partini, Am.Keb selaku ketua IBI Cabang Temanggung, bahwa keberadaan IBI pada saat ini berjenjang mulai dari tingkat ranting sampai cabang/kabupaten. Dengan jumlah bidan sebanyak 388 yang ada, diharapkan bisa memberikan pelayanan kebidanan yang maksimal kepada semua perempuan Temanggung sesuai dengan kebutuhannya. Dan para bidan bertugas di Rumah Sakit sebanyak 48 orang, Puskesmas 59 orang, berkerja di desa 256 orang yang terdiri dari bidan desa 191 orang dan bidan PTT 65 orang dan praktik mandiri sebanyak 25 orang.

“Tugas pokok seorang bidan tidak terlepas dalam upaya global dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Temanggung, sebagai gambaran pada tahun 2009 AKI di Temanggung sebesar 49,23% sedangkan AKB sebesar 11,24%,” kata Kepala Dinas Kesehatan Temanggung dalam sambutannya yang dibacakan oleh dr. Supardjo, M.Kes.

Pelayanan kesehatan reproduksi dan kesehatan umum itu bisa dimulai oleh bidan dengan menyegarkan kembali fungsi Posyandu, meningkatkan kualitas pelayanan di Posyandu dan selanjutnya menghidupkan rujukan pelayanan di PKD, Puskesmas dan Rumah Sakit. Serta bidan dapat dengan mudah melaksanakan peranan yang makin kompleks bersama pemimpin masyarakat yang ada disekitarnya.

Dalam perayaan HUT IBI dilakukan pemotongan tumpeng, penyerahan IUD Kit, Penyerahan sembako untuk 20 warga sekitar, dan juga diadakan lomba balita sehat untu umur 1-3 tahun dan lomba penyuluh kader posyandu dengan tema Ibu Hamil Resiko Tinggi.